Siang yang begitu melelahkan, hari ini
keluargaku sibuk menata rumah dan mempersiapkan makan siang. Aku Putri anak
ke-dua dari mama papa, aku punya kakak cowok yang super nyebelin, namanya kak
Erik. Semua anggota keluarga sibuk dengan pekerjaanya masing-masing. Aku
sendiri sedang membersihkan debu-debu dengan kemoceng. “uhuk..uhuk..” aku
batuk-batuk setelah debu itu masuk kehidungku. “yee.. kenapa lo? Bengek?.” Kak
Erik meledekku. “apaan sih kak? Aku itu alergi debu tau!”
“alergi??? Yaiyalah kalo debu masuk kehidung pasti batuk .”
“itu tau..ahh kak Erik nih.” Akupun memukul punggung kak Erik dengan kemoceng.
Kami pun terlihat bercanda saat bersih-bersih.
“eh..eh.. kalian itu apaan sih. Udah jangan bercanda ah. Gak ada waktu lagi
ini.” Mama tiba-tiba datang.
“iya mah iya..” kataku nurut.
Setelah semua beres, aku pun langsung bertanya
dengan mama.
“ma, emang ada apa sih? Kok kita beres-beres rumahnya mendadak.”
“nanti itu ada tamu sayang.” Jawab mama.
“memangnya tamu itu spesial ya mah..” tanyaku lagi.
“hm.. spesial gak ya..” papa tiba-tiba menyahut dari belakang.
“ih.. papa, aku serius nih” gerutu aku.
“sudah kamu ganti pakaian gih sekarang, habis itu langsung turun ya.” Perintah
mama.
“iya mah.” Tanpa membantah perintah mama, Aku langsung naik keatas, untuk ganti
pakaian.
Setelah aku ganti pakaian aku langsung turun, aku mengenakan atasan putih
trendy masa kini yang lebih casual dengan celana jeans hitam tanggung yang
biasa kupakai. Dan nampaknya tamu itu telah datang. Aku pun segera menyapa tamu
itu. Mama dan papa pun menyuruh aku untuk segera menyantap makan siang bersama
tamu itu. Aku memerhatikan satu per satu tamunya, nampaknya satu keluarga.
“selamat menikmati makan siang ini, semoga aja suka.” Mama berkata setelah
semua siap untuk menyantapnya.
“sebelumnya, kenalin dulu.. mereka ini anakku.” Mama tersenyum ramah kepada
tante Murni dan om Andi juga anaknya, mereka semua adalah tamu hari ini.
“kenalin tante aku Erik, ini adikku, Putri.” Kak Erik langsung bersalaman
kepada mereka, disusul aku.
“ohh.. cantik dan tampan ya. Tante juga mau kenalin, ini anak tante, Rizal ayo
salaman!” tante Murni menyuruhnya.
“Om , tante, saya Rizal.” Rizal pun bersalaman dengan mama, papa, aku dan kak
Erik.
Perkenalan pun usai, makan siang pun telah disantap. Kini saatnya mereka untuk
mengobrol dan berbincang-bincang di halaman belakang. Aku pun pergi dari tempat
itu, lalu aku keluar, bergegas kedepan teras. Gimana mau betah? Orang yang
dibicarain juga masalah pertemuan yang udah lamaaa bangettt mereka tak
berjumpa, apalagi waktu itu aku masih belum ada. Sesaat setelah aku keluar,
rasanya aku ingin ke kamar mandi. Lalu aku masuk kedalam rumah. Tapiiii...
‘brakk...’
“aww.. ahhh!!!” aku ditabrak Rizal yang sedang membawa minuman soda berwarna
merah. Sehingga minuman itu tumpah dibajuku yang berwarna putih.
“ups! Maaf..maaf.. gak sengaja.” Rizalpun segera membersihkan bajuku dengan
tisu.
“ahh.. apaan sih?” aku melepaskan tangannya yg sedang mengelap bajuku.
“udah terlanjur.. gak bisa bersih lagi lah. Lagian lo baru disini juga udah
buat ulah. Aneh-aneh aja lo!” akupun langsung naik keatas dan pergi meninggalkan
Rizal yang masih ada di depan ruang tamu.
Setelah kejadian itu, aku gak keluar-keluar dari kamar. Tetapi, mama
memanggilku. Mau nggak mau aku harus turun kebawah. Dengan perasaan kesal aku
turun tangga namun dengan wajah tersenyum. Walau senyumku palsu!
“sini dong sayang.. kamu kenapa sih dari tadi diatas mulu. Ada tamu juga.
sekarang mereka udh mau pulang.” Ucap mama yang menghampiriku.
lalu aku berjabat tangan dengan om dan tante, tapi tidak dengan Rizal. Memang,
aku masih bete sama dia.
Setelah 2 hari kejadian itu berlangsung..
Aku pulang sekolah...
“assalamualaikum.. mamaa” ucap aku yg tiba-tiba membuka pintu dan tak kusangka
ada tante Murni dan Rizaall!!! Appaaa?? Owhh tidak!! Ketemu cowok yang super
nyebelin dengan gayanya yang sok sok-an itu.
aku pun langsung bersalaman dengan tante Murni. Lalu aku segera naik keatas
untuk ganti baju. Tanpa bersalam sapa dengan Rizal, anak tante Murni. Setelah
beberapa saat, aku turun. Dan aku melihat tidak ada siapa-siapa di ruang tamu.
Memangnya pada kemana ya tamunya? Tanyaku dalam hati. Tak berpikir lama aku
segera ke depan teras, namun yang kulihat hanyalah Rizal yang sedang duduk
didepan teras. Aku tak menghiraukannya, lalu aku segera berlalu dari tempat
itu, namun baru berbelok arah sedikit Rizal memanggilku.
“Putri.. tunggu!!” panggil Rizal yang mengetahui kehadiranku.
“apa lagi?” dengan tampang jutek aku melirik ke arah dia yang sedang berdiri
dari tempat duduknya.
“oh iya kejadian yang kemaren, gue minta maaf ya” . aku mendengus kesal, si
Rizal masih aja inget kejadian itu. Tau nggak sih? Gue kesel itu karna baju
putih kesayangan gue yang baru beli jadi kotor dan gak bisa dipake lagi. HuhL padahal itu baju model trendy masa kini.
“maafin gue ya” ucap Rizal lagi. Aku diam. Tapi aku tak bisa apa-apa untuk melawan.
“huh yaudah iya.” Ucapku dengan nada jengkel.
“maafnya nggak ikhlas nih!” sahut Rizal.
“ehh kata siapa gue ikh..ikhlaas kok.” Ucap aku sedikit gagap.
“dari nadanya aja ketauan.” Lirik Rizal dengan gayanya yang sok meyakinkan.
Emang nyebelin yah tuh anak. Tau aja kalau gue masih belum ikhlas. Tapi, buat
apa ya gue terusin. Harusnya gue gak boleh begini, gue harus ikhlas dong. Aku
pun melirik dia dengan ucapanku yang meyakinkan.
“oke.. gue ikhlas. Udah lupain aja kejadian itu.” Jawab aku tenang.
“serius. Kalau perlu gue ganti deh baju lo” Ucap rizal yang sekarang ada
dihadapanku.
“ngg..nggak usah.” Aku menolaknya.
“yakin?”
“iya yakin”
“kalau gitu senyum dulu dong.” Pinta Rizal sambil tertawa.
“ih.. apaan sih. Nih gue senyum. Puaasss??” jawab aku sambil menunjukan
senyumanku.
“nah.. gitu kan jadi manis.” Ledek Rizal.
Akupun hanya tertawa mendengar ledekan Rizal itu. Dia bisa bikin gue tersenyum.
Tapi aku tak memikirkan hal itu. Kini hubungan aku dan Rizal berjalan biasa
saja. Sesaat kejadian itu, aku yang baru keluar mengambil minuman, melihat
Rizal sedang memainkan gitar. Hmm.. ternyata ia pandai juga memainkannya. Siswa
SMA kelas 2 tersebut dengan lembut memainkan gitar dan suaranya pun tak kalah
dengan musisi papan atas Indonesia.
“kenapa lo nggak jadi penyanyi aja?” tiba-tiba aku datang membawa 2 cangkir
minuman ke ruang tamu.
“hm.. gue udah bikin band kecil-kecilan kok, tapi gue masih sibuk sekolah.”
Jawab Rizal.
“oohh.. bagus.” Aku mengangguk tersenyum.
“lo mau gue nyanyiin lagu apa?” Rizal menawarkan aku.
“eh.. boleh? Hm.. kalau gitu apa aja deh.”
Rizal pun memainkan gitar dan menyanyikan sebuah lagu. Tapi kenapa lagu itu
romantis ya kedengarannya. Aku hanya tersenyum. Tapi apa arti senyumku ini?
Apakah senang? Bahagia? Atau bangga? Aku nggak tau kenapa tiba-tiba aku jadi
respect kalau dekat Rizal.
Beberapa bulan kemudian...
Aku merasa kesepian, apa karna ini aku sedang menjomblo ya? Mungkin sih? Tapi
aku bahagia. Aku masih membayangkan sosok Rizal yang ternyata tidak seburuk
yang aku kira. Aku begitu menyesal waktu itu pernah membencinya. Kini aku
begitu merindunya. Hah? Perasaan apa ini? Tiba-tiba datang menghampiriku.
Pertemuan dengannya waktu itu membuat aku terus memikirkannya. Tiba-tiba......
‘tok-tok-tok....’ suara pintu membuyarkan lamunanku. Aku terhenyak, lalu aku
bangkit membuka pintu. ‘ckrreeekk’...
“Rizal!!!!” aku kaget.
“Putri.. apa kabar?” Rizal datang kerumah dengan membawa gitar yang sedang
dipegangnya.
“g..gue baik. lo kesini sendiri?” tanya aku.
“iya gue sendiri.”
“hm.. kalau gitu masuk aja.” Ajak aku.
Aku dan Rizal pun masuk, lalu pergi ke halaman belakang. Aku membawakannya
minuman, lalu aku duduk. Ia pun sedang asik memainkan gitarnya. Lalu kami
berbincang-bincang.
“hmm.. ada apa lo kesini? Tumbennya ?” ucapku memulai perbincangan.
“gak tau. gue bete aja dirumah. Jadi gue kesini.” Jawab Rizal tenang.
“haha emangnya ada apa sama rumah gue? Emang bisa bikin bete lo ilang apa?”
ledek aku.
“hahaha gak tau yaa kenapa?” Rizal pun tertawa.
“oh ya tapi gue kesini punya alasan lho!” lanjut Rizal.
“alasan apa?” tanyaku penasaran.
“karna gue mau kasih sesuatu ke lo.” Tiba-tiba Rizal berubah menjadi lebih
lembut.
“apa itu?” tanyaku lagi makin penasaran.
“gue mau persembahkan lagu ini ke lo.” Lalu Rizal menyanyikan lagu dengan
lantunan gitar dan dengan nada yang romantis.. lalu Rizal berkata...
“Putri... gue suka sama lo. Mau nggak kamu jadi pacar aku?”
‘ DERRRRR!!!!’ bagaikan suara tembakan yang menggelegar ditelingaku.
A..a..akuu.. terharu. Akupun tak menyangka bila Rizal akan berkata seperti itu.
Jujur, aku senang mendengarnya. Namun aku belum siap untuk menjawabnya.
“maaf.. mungkin bagimu ini mendadak. Tapi aku telah memutuskan semua ini lama.
Aku mulai merasa sangat nyaman bila berada didekatmu. Namun apakah salah aku
berkata seprti ini kekamu?” tiba-tiba Rizal berkata dengan lembutnya, bahkan
dia mengucapkan kata aku dan kamu. Romantis,..
“tapi..?”
“tapi apa?, jawab yaa, mau nggak kamu jadi pacar aku?”
aduuhh.. gimana yaa? Gimana nii? Aku bingung? Bagiku ini sih terlalu cepat.
Tapi... aku gak mau nyia-nyiain kesempatan ini. Lagipula, kan aku lagi jomblo.
Dan aku merasa kesepian. Siapa tau aja dia bisa menghibur aku. Apa aku terima
aja ya? Aku coba terima deh...
“aa..a..aku aku mau” akupun menjawabnya, dan tiba-tiba Rizal meraih tanganku
dan menggenggamnya dengan erat. Aku hanya tersenyum.
Kini rasa bahagia menyelimuti hatiku, aku bagaikan tertiup angin semilir yang
membawa cinta diudara. Badanku gemetar, hatiku tak sanggup menahan kuasa
cintanya. Ternyata, aku mulai membayangkan sosok yang ada dihadapanku ini. Kini
aku akan melewati hari-hariku dengannya. Jantung ini tak berhenti berdegup
kencang. Menandakan bahwa cintaku ada didekat sini. Rasa itu?? Tak akan pernah
berhenti hingga ku lewati hari-hariku terus bersamanya. Semakin hari.. semakin
sayang.., makin berganti bulan , makin mesra pula. Aku yang akan duduk di
bangku SMA kelas 1, menyambut hari bahagianya Rizal yang kini telah lulus SMA
dan sudah mulai kuliah. Aku merasa senang. Meskipun beda usia. Bukan berarti
cinta kita berbeda. Aku menyayanginya begitu tulus. Sehingga, tak kusangka aku
sudah melewati 2 tahun lamanya kita berpacaran. Aku dan Rizal pun tak
menyangka. Kita yang slalu jarang bertemu. Karna Rizal, sosok yang tengah sibuk
akan bandnya. Kuliahnya kini, dan sering pulang-pergi keluar kota karna kontrak
tertentu. Walau aku menjalani cinta long distance relation-ship ,aku tetap
bahagia. Sampai sekarang hubungan kita baik-baik aja.
Sampai pada waktunya cinta kita dipertemukan
pada akhir desember.
“aku bete..! eh Rizal lagi ada di TL nih!” aku yang bete didalam kamar, membuka
handphone dan mengecek twitter, melihat ada Rizal yang lagi on twiit sekarang.
Wajahku pun berseri-seri.
“tapi ini siapa yah? Kok ada akun cewek lain yg berinteraksi sama dia.” Aku
bertanya dalam hati. Tapi aku tak mempermasalahkan itu. Ya, aku sedang senang,
karna hari ini Rizal ada di Jakarta. Akupun ingin memberi surprise ke dia. Tak
berpikir panjang aku segera ganti baju dan berangkat kerumahnya dengan diantar
supir pribadiku. Sepanjang perjalanan, aku mulai berfikir. Mengapa Rizal tak
mengabariku kalau dia ada di Jakarta sekarang. Tapi kenapa dia malah update
status di twitter, dan mentionan sama orang lain. Bahkan itu adalah cewek lain.
Aku mulai curiga, tapi dalam hati kecilku aku harus berfikir positif. Sesampainya
didepan gerbang rumah Rizal. Aku masuk dan megetuk pintu rumah Rizal.
“Putrii??!!” sapa tante Murni, setelah membukakan pintu itu.
“iya tante, saya kesini mau cari Rizal tan, Rizalnya ada?” tanya aku langsung
tanpa basa-basi.
“Rizalnya baru aja pergi. Memangnya ada apa?”
“eng.enggak kok tan. Cuma pengen ketemu aja. Hm.. Rizalnya pergi kemana ya tan,
kalo boleh tau?”
“Rizal sih biasanya pergi ke studionya.” Jelas tante Murni.
“yaudah deh, oh ya nih tan ada kue buatan mama. Silahkan dicoba ya tante.” Aku
memberikan sekotak kue untuk tante Murni, yang aku persiapkan sebelum
berangkat.
“makasih ya Putri, pasti ini enak.”
“sama-sama tante, aku pergi dulu ya.” Akupun langsung pamit. Lalu segera pergi
ke studio dimana Rizal berada. Sesampainya aku disana, aku langsung memasuki
ruangan yang ada dalam studio itu. Rasanya nyaman. Ruangannya pun sepi. Tapi
inikan baru dilantai bawah. Aku segera naik keatas dilantai 2 biasa Rizal dkk
berlatih vokal dan musik. Suara alunan musik pop sudah terdengar, menandakan memang
ada yang berlatih disitu. Tak kelak suara Rizal yang mengalir melankholis. Aku
semakin bersemangat menaiki tangga demi tangga. Ketika sampai akupun disambut
oleh kawan-kawan Rizal yang sedang berlatih, ada Ando di drum, Madi di gitar 1,
Raka di gitar 2, dan Indra di bass. Mereka sangat senang dengan kehadiranku
ini. Apalagi Rizal yang langsung menyambutku dengan sebuah pelukan. Rasanya
bahagia banget... tapiii?? Ketika berada didalam pelukan Rizal aku melihat
seseorang yang duduk disudut sofa. Cantik. Siapakah dia?
Aku mulai penasaran. Segera kulepas pelukan
Rizal. Dan menatapnya.
“Rizal, itu siapa?” tanyakku dengan lembut.
“ohh ini.. kenalin dia partner kerjaku, Vika.” Tunjuk Rizal dengan senyuman
ramah pada Vika.
Vika? Tunggu tunggu? Kayaknya pernah kukenal namanya. Dimana ya? Oh? Hampir aja
lupa? Kini aku ingat. Dia Vika. Yang sempat aku lihat namanya terpampang di
TimeLine. Tapi...
“ayo kenalan!!” ajak Rizal yang menggandengku kearah Vika.
“hey kenalin, aku Vika.” Ujar cewek itu yang segera beranjak dari sofanya, dan
ternyata selain dia cantik, dia juga tinggi... aku pun merasa terlihat pendek.
Ya, maklum aku kan masih dalam masa-masa pertumbuhan anak SMA. Wajar aja kalau
tinggi tubuhkan tak kurang dari 160 cm.
“aku Putri.” Akupun menerima jabat tangannya dengan senyuman yang penuh tanda
tanya. Mengapa tanda tanya? Karna aku masih penasaran hubungan Vika dengan
Rizal. Mengapa dia berdua nongol di TL? Seberapa sibuknya Rizal sampai sempat
membalas tweet Vika dibanding aku yang juga udah berkali-kali menanyakan
kabarnya lewat twitter. Satupun belum ada yang dia balas. Tapi.. aku masih
penasaran apasih yang dia bicarain di TL. Akupun segera menyandarkan tubuhku ke
sofa. Rizal yang sedari tadi memperhatikan tingkahku hanya tersenyum jahil
kepadaku. Akupun sedikit meliriknya. Tetapi tidak menghiraukannya. Merekapun
akhirnya melanjutkan latihannya. Lalu akupun sibuk dengan urusanku sendiri.
Kuraih handphone-ku yang berada dalam saku. Kubuka twitter, lalu...???!!!
apa??!! Apa yang aku lihat barusan. Tidak mungkin seorang partner ada hubungan
spesial seperti ini. Kulirik Rizal dan Vika bergantian, namun sesaat aku
menengok kearah Vika, ada tatapan yang begitu mendalam ke Rizal. Kenapa dia
menatap seperti itu? Apa jangan-jangan dia suka? Kulihat lagi Rizal yang masih
fokus pada vokalnya itu. Lalu kupalingkan padanganku pada layar yang terpampang
pada twitterku kali ini.
iyaa sama2 Vika Sayang {} RT @Vika21 oke makasih ya Rizal kece ;;) RT
@Rizal_pradana sip ditunggu ya hari ini ;)
Aku terdiam. Wajahku tak bergerak, bola mataku hanya fokus pada layar kecil
yang ada ditanganku. Aku memperhatikan kata demi kata. Mengapa Rizal bisa
bilang sayang ke orang lain selain aku. Aku menatap Rizal dalam. Bingung. Hanya
itu yang aku lihat dari kejauhan. Rizal yang masih terlihat fokus pada
latihannya sama sekali tidak melihat kearahku. Tapi tak apa. Sehingga dia tidak
melihatku yang nampak curiga. Aku juga tidak ingin seperti ini. Tapi...
“Rizal aku pulang dulu ya..!” kuraih tas kecilku dan beranjak dari sofa lalu
berjalan menuju tangga yang membawaku turun dari lantai 2.
“Putri!! Tunggu!!” Rizal pun memanggil-manggil namaku tapi aku tak
menghiraukannya. Kulihat dia sedang berlari mengejarku yang sudah turun ke
lantai bawah. Aku terus berjalan cepat, ketika aku ingin membuka pintu keluar.
Rizal langsung meraih tanganku, dan menarikku kedalam.
“Putri kamu kenapa sayang? Kenapa tiba-tiba kamu pergi, ada apa?” Rizal
menatapku heran. Aku bingung. Entah harus apa yang aku katakan.
“aa-a-aku.. aku gak kenapa-napa, aku Cuma pengen pulang aja.” Aku tergagap,
karna bingung harus jawab apa.
“kamu yakin gak kenapa-napa. Aku lihat muka kamu tiba-tiba beda sayang. Kamu
kenapa?” tanya Rizal lagi yang masih belum percaya.
“aku.. aku mau pulang!” aku menaikan alis dan sedikit keras mengeluarkan suara.
“yaudah aku antar yaa..” Rizal langsung memeluk aku, dia mengelus bahuku. Aku
hanya diam dalam pelukan. Aku nggak sanggup. Aku nggak sanggup bila harus
kehilangan Rizal. Rizal begitu sayang sama aku. Nggak mungkin kalau dia
mengkhianati aku. Aku harus positif thingking. Karna siapa tau, analisa aku
salah.
“nggak usah. Aku bisa pulang sendiri. Lagipula, kamu belum selesai kan
latihannya?” aku melepaskan pelukan Rizal dan menatapnya.
“aku bisa lanjutin nanti kok latihannya. Yang penting aku mau antar kamu pulang
dulu.” Ujar Rizal seraya membelai pipi mulusku. Dia menatapku begitu dalam. Aku
bisa merasakannya. Saat ini aku bisa mendengar detak jantungnya untukku.
Kutatap dia penuh cahaya. Aku bisa meraih lehernya, sekarang dia begitu dekat
denganku. Sebuah jarak bisa diukur dengan jari. Aku memejamkan mata, kurasakan
denyut jantungku terasa lebih cepat. Bibirku mulai gemetar, bisa kurasakan ada
yang ingin menyentuhku saat ini. Kunikmati itu semua. Namun, kurasa cukup lama.
Aku tak mau mengganggunya latihan, pikirku.
“yaudah, yuk pulang!” ucapku setelah melewati masa berumanku tadi.
Rizal mengangguk senang. Dia tersenyum. Manis sekali. Kusejajari langkahku
bersama pacarku ini. Aku menggandengnya selama di perjalanan menuju parkiran.
Tak hayal, canda tawa kita lalui sama-sama. Kagum. Dia begitu ceria. Sehingga,
semuanya berlalu begitu cepat.
“nggak nyangka, udah nyampe rumah aja” ucapku dalam canda setelah sampai
didepan gerbang rumahku.
“hahaha.. bilang aja kamu masih pengen sama aku, ya kan?” ledek Rizal sambil
menarik hidungku yang gak terlalu mancung, tapi gak pesek.
“udah ah, sakit tau.”
“apa kamu masih mau aku temenin seharian ini, kan kita udah 2 bulan gak
ketemu.” Sahut Rizal. Serius nampaknya.
“aku... hm... tapi gimana dengan latihanmu? Kasihan anak-anak pasti nunggu kamu
disana.” Tak kalah seriusnya dengan Rizal.
“yee.. itu tau. Berarti kamu ngerti ya, kamu emang pacarku yang paliinngg
ngertiin aku deh.” Ledek Rizal yang tiba-tiba berubah jadi nggak serius lagi.
Dengan tampang yang nyebelin, sambil mencolek daguku yang hampir aja bikin aku
kaget.
“oohh.. ternyata kamu gituu yaa.. yaudah deh sana-sana gih latihan.” Ucapku
pura-pura marah, lalu keluar dari mobil dan menutupnya agak keras. Sepertinya
Rizal kaget, hehehe. Dengan muka yang masih ditekuk aku melangkahkan kaki
menuju pintu. Tapi tanganku seketika ditarik dari belakang. Aku menoleh. Tak
lain adalah Rizal. Dia masih belum pergi.
“apa lagii??? Bukannya sekarang harus latihan ya.” Ujarku jengkel.
“tapi aku masih kangen sama kamu, apalagi kalau kamu lagi cemberut, makin manis
dilihat.”
“apa kamu bilang?? Uhh,,” aku menggertak rahangku, membuat Rizal agak mundur.
“udah udah.. kamu jangan marah dong sayang. Maaf ya aku bikin kamu jengkel
terus.”
“yaudah sana. Aku mau masuk dulu.” Aku membalikan tubuhku kearah pintu.
“tunggu sayang, ada yang ketiggalan?”
“apa?” setelah aku menoleh, tiba-tiba kecupan mendarat tepat dikeningku. Aku
tersipu malu. Disaat saat seperti ini, Rizal masih aja ya ngelakuin ini. Dimana
udah 2 bulan lebih aku nggak mendapatkan kecupan seperti yang biasa dilakukan
Rizal.
“aku sayang kamu. Jangan lupa nanti kamu aku telfon ya.. aku ingin denger suara
kamu yang cempreng itu. Aku tunggu ya sayang.” Ucap Rizal lembut seraya
membelai rambutku yang lurus sebahu.
“iya sayang, pasti.” Aku tersenyum bahagia. Bahagia sekali.
“oh ya, aku tahu kenapa kamu tadi buru-buru minta pulang.” Tanya Rizal
tiba-tiba.
“kenapa?”
“pasti kamu cemburu ya lihat Vika tadi.”
“e..enggak kok. Apa sih yang aku cemburuin. Lagi dia bukan siapa-siapa kamu
kan?”
“jelas bukan lah, dia Cuma partner kerja aku sekarang. Tapi sebelumnyaa....”
“sebelumnya apa?” tanyaku jadi penasaran.
“sebelumnya dia sempet jadi teman dekatku beberapa tahun lalu. Tapi kan
sekarang aku udah jadi milik kamu, nggak mungkin dong aku berpaling ke dia.
Walaupun dia kelihatannya masih suka sama aku.” Rizal menjelaskan. Aku hanya
diam. Terpaku.
“ja..jadi dia suka sama kamu.?”
“iyaa.. tapi itu dulu sayang, sekarang gak tau deh yang sebenarnya. Udah kamu
jangan dipikirin lagi ya”
“tapi..tapi tadi kenapa kamu bilang sayang sama dia di akun twitter?”
“ohh.. itu. Ehh gapapa kok, Cuma mau ngasih penghargaan aja sama dia. Dia udah
mau bantuin aku nyusun jadwal manggung aku yang bentrok, terus dia juga yang
atur latihan kita. Udah itu aja kok sayang, kamu cemburu yaa...” jelas Rizal
sambil meledekku.
“eng..enggak kok, awas yaa kalau kamu ada apa-apa sama dia.”
“tuh kann.. ketahuan nih kalau cemburu. Gapapa kok sayang, cemburu itu tanda
cinta.”
“iya deh sayang iya, iyaa cembuuru sama kamu, karna aku sayang dan cintaaa sama
kamu. Udahkan sayang puass??!” aku mendelik kesal. Walau hanya pura-pura. Dalam
hati aku tersenyum bahagia.
“haha.. kamu nih slalu bikin aku tertawa, yaudah aku balik dulu ke studio ya?
Nanti aku telfon kamu. Bye sayang, jangan lupa makan ya?!” ucap Rizal seraya
jalan menuju ke gerbang.
“oke.. kamu hati-hati ya sayang” tak kalah aku juga memberi perhatian pada
Rizal.
“siipp. I Love You.”
“I Love You too”
Betapa bahagianya aku saat ini. Sempat aku berpikiran yang aneh-aneh terhadap
Rizal. Aku mengira dia mengkhianati aku. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala
ketika berpikiran seperti itu. Wajar aja, karna aku sangat sayang sama kamu.
Aku merebahkan tubuhku diatas ranjang, ketika sudah sampai dikamar. Mengambil
pigura yang terletak di meja, tak jauh dari ranjangku. Aku membayangkan sosok
itu. Rizal yang aku sayangi saat ini. Sampai kapanpun. Dia selalu membuatku
bahagia. Kupeluk pigura bersama sosok itu dalam dekapan. Kupejamkan mataku,
kubayangkan lagi masa-masa terindah dalam hidupku. Berwarna, ketika bersama
dia. Intinya, kita berkomitmen saling menjaga perasaan masing-masing.
Membuat hubungan ini akan selamanya berjalan.
Menuai asa cinta yang sesungguhnya. Melayang jauh aku kemasa-masa yang akan
datang. Hanya satu, aku hanya ingin bersamanya nanti. Menjadi yang terbaik,
untuk hidupnya dan untuk hidupku. Tuhan.. jaga cintaku ini. Jangan sampai
pergi, karna aku hanya mencintai ciptaanmu yang satu ini. Sungguh aku sangat
menyayanginya. Hening. Akupun terlelap dalam angan, dan bayangan.
The End
by : Agnes